ETIKA TERAPAN
(applied ethics)
Juprizal
Jurusan Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin
Jurusan Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin
Universitas
Islam Uin sultan Syarif Kasim Riau
Gmail:
Talangparindu95@gmail.com
Abstrak
Position
applied ethics is very significant to solve the ethical problems in society
objectively the approaches and methods menjadikanya as systematic science in
dealing with problems-problems of concrete and actual. Applied ethics
overseeing the various ethical problems that occur in the community, including
the effects caused by science and technology and how should we become wise to
these development.
A.
Pendahuluan
Etika terapan membahas perilaku dan kewajiban manusia terhadap
lingkungan hidupnya berkaitan dengan permasalahan etis yang konkret dan factual
yang bertujuan membahas perbuatan-perbuatan manusia dan mengarahkannya kepada sikap
yang menjunjung tinggi moralitas terhadap manusia lain ataupun lingkungan
hidupnya.
Dengan memahami etika terapan masyarakat diharapkan dapat memahami
persoalan-persoalan yang terjadi kehidupan untuk menentukan bagaimana mereka
seharusnya menanggapi suatu permasalahan etis, menggunakan penalaran yang benar
berdasarkan motode-motode dan pendekatan berdasarkan logika yang benar untuk
menghasilkan argumen yang logis dalam menentukan sikap dalam sebuah
permasalahan etis yang selalu mengalami perkembangan sesuai dengan zaman.
Beberapa foktor yang mempengaruhi pentingya etika terapan di era modern adalah
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang secara tidak langsung
merubah pola prilaku dan berimplikasinya terhadap etika dalam masyarakat.
Dalam perkembanganya etika
terapan kelompok khusus dalam masyarakat melalui kesatuan-kesatuan tertulis
yang diharapkan akan dipegang teguh oleh kolompok sebagai suatu masyarakat
etika (moral community) untuk menciptakan keteratuan dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pelaku etika.
B.
Etika
Terapan
Etika terapan dapat dipahami sebagai etika yang dilaksanakan
sehari-hari oleh pelaku etika. Etika terapan menerapkan pelaku etika
sehari-hari dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat dan bernegara.
Hubungannya dengan pelaku etika sangat erat, karena perbuatan etika itu melekat
pada pelaku etika. Maka etika terapan ialah etika yang dilaksanakan setiap
waktu dalam kegiatan sehari hari dimana saja berada dan sifatnya disengaja.[1]
C.
Garapan
Etika Terapan
Etika membicarakan perbuatan manusia tentang
apa yang baik dan buruk atau hak dan kewajiban manusia terhadap berbagai
persoalan yang terjadi, untuk menciptakan kejernihan dalam pokok pembahasan
etika terapan tersebut, maka etika terapan
dapat di klasifikasikan dalam dua wilayah garapan ilmu tersebut, yaitu.
Pertama, etika terapan
menyoriti masalah-masalah profesi, bahagian ini membahas profesi sebagai
propesionalitas atau integritas[2]
yaitu etika kedokteran, etika politik, etika bisnis, etika polisi dan
lain-lain. Kedua, etika terapan yang membahas tentang masalah-masalah
kehidupan, seperti penggunaan tenaga nuklir, penggunaan atau pembuatan senjata
dan alat-alat canggih, pencemaran lingkungan hidup, diskriminasi dalam berbagai
bentuk (ras, agama, jenis kelamin dan lain-lain)[3].
Di zaman modern sekarang ini etika terapan yang lebih banyak
berkembang adalah menyangkut masalah profesi, misalnya etika kodokteran yang
semangkin berkembang dalam nama-nama baru seperti etika biomedis dan lain-lain.
Perkembangan dari beberapa permasalahan diatas juga memicu perhatian atas
masalah-masalah etis atau yang berhubungan dengan etika yang perlu segara ditngani
dan dicarikan penyelesaiannya.
Garapan etika terapan dapat juga dibagi menjadi beberapa bagian
sebagai berikut[4],
yaitu.
1.
Makro
etika, yaitu membahas etika sehari-hari pada skala besar. Artinya
masalah-masalah ini menyangkut masalah suatu bangsa seluruhnya atau seluruh
umat manusia. menyangkut ekonomi dan keadilan. Misalnya Lingkungan hidup dan
alokasi sarana pelayanan kesehatan.
2.
Makro
etika, yaitu membicarakan masalah-masalah individuterhadap profesi masin
–masing. seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya, kewajiban pengacara
terhadap kliennya, kewajiban guru terhadap muridnya.
3.
Meso
etika, yaitu membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan suatu kelompok,
kelompok tersebut dibicarakan dalam skala besar atau kecil dan bukan
perorangan, seperti kelompok karyawan, wartawan, kelompok guru, kelompok buruh
dan lain-lain.
Klasifkasi garapan etika terapan dibagi lagi menjadi beberapa
bagian. Walaupun relevansi, hubungan atau kaitannya sering diragukan.
Klasifikasinya etika garapan tersebut adalah[5].
1.
Etika
terapan sebagai pelaku individual. Etika ini membahas kewajiban manusia
terhadap individual atau dirinya sendiri.
2.
etika
terapan sebagai kelompok etika social. Etika terapan semacam ini membahas
kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat.
Untuk memahami etika tarapan secara umum maka
terdapat beberapa karakter penting yang perlu dipahami agar suatu masalah dapat
menjadi topik dalam etika terapan. Pertama, masalah harus bersifat
kontroversial dalam pengertian terhadap berbagai kelompok yang besar, baik yang
mendukung ataupun menolak issu yang dibahas. Diantara beberapa persoalan
merupakan issue kebijakan sosial yang bertujuan untuk membantu masyarakat
tertentu berjalan efisien dengan berlakunya konversi tertentu, seperti
peraturan lalu lintas, hokum perpajakan, Sebaliknya, issu moral lebih mengenal
praktik kewajiban moral, seperti kewajiban kita untuk menghindari kecurangan,
dan tidak terbatas pada masyarakat individual. Terkadang, Sering kali, issue
kebijakan sosial dan moralitas saling tumpang tindih. Pembunuhan, misalnya,
merupakan hal yang secara sosial dilarang, namun juga menentang moralitas.
Namun, kedua kelompok tersebut tetap merupakan sesuatu yang berbeda. Misalnya,
banyak orang menyatakan bahwa perzinahan sesuatu yang bertentangan dengan
moralitas, tetapi tidak berarti bahwa seluruh Negara memiliki kebijakan sosial
atau hukum yang secara langsung menghukum pezina tersebut. Sama dengan itu,
terdapat berbagai kebijakan sosial yang melarang berjualan asongan di daerah
pemukiman tertentu. Namun, selama tidak ada orang lain yang dirugikan, tidak
terdapat sesuatu yang bertentangan dengan moral dalam hal penjualan asongan
dalam pemukinan tersebut. Dengan demikian, untuk dapat dikualifikasi sebagai
issue etika terapan, maka issue tersebut harus lebih dari semata – mata
kebijakan sosial, namun harus relevan dengan moralitas itu sendiri[6].
D.
Etika
terapan dan pendekatan multidisipliner
Etika terapan memiliki keterbatasan untuk menelaah berbagai macam
gejala yang terjadi di sekitar kita, oleh karena itu etika terapan memelukan
pendekatan multidisipliner, pendekatan ini adalah usaha pembahasan tema yang
sama oleh berbagai macam ilmu. Kerja sama yang erat antara etika terapan dengan
ilmu-ilmu yang lain akan melahirkan suatu pandangan yang terpadu, disini
ilmu-ilmu lain memberikan kontribusi dari sudut pandang yang terbatas pada ilmu
tersebut, maka jika dikumpulkan akan melebur menjadi sesuatu pandangan yang
menyeluruh terhadap tema yang diperbincangkan. Setiap ilmu pengetahuan
memberikan penjelasan-penjelasan yang dapat dimengerti oleh para ilmuan dengan
tetap memperhatikan sekat-sekat pemisah antara setiap ilmu dengan ilmu yang
lain supaya setiap keterangan yang diperoleh tidak melebur dengan perspektif
ilmiah lainnya.[7]
Dalam pendekatan multidisipliner tidak dimaksudkan untuk meleburkan
setiap ilmu menjadi satu, melainkan hanyalan pendekatan dari beberapa segi
berkaitan demha tema yang sama. Misalnya kita membayangkan pembuatan buku
tentang etika masyarakat pinggiran kota, dimana disini setiap ahli memberikan
konteribusinya dengan sudut pandang masing-masing. seperti didalamnya ada ahli
biologi, ekonomi, ahli masalah kependudukan dan ahli etika yang mengisi
masing-masing bab yang berkaitan dengan tema yang menjadi perbincangan mereka.
Peranan etika terapan terbatas diantara ilmu-ilmu yang lain, karena
beberapa lalasan, pertama, disatu pihak etika terapan di praktekan tanpa
mengikutsertakan etikawan professional, selanjutnya para ilmuan yang
bersangkutan mencari pemecahan yang sesuai dengan kepuasan mereka dalam
menghadapi suatu masalah etis yang dihadapi[8].
E.
Pendekatan
kasuitik
Kasuitik adalah pemecahan masalah-masalah konkret di bidang moral
yang berkaitan dengan menetapkan prinsip-prinsip etis yang umum. Pendekatan
kasuistik menarik kerana dalam penalaran moral tidak sama dengan ilmu
matematika yang dapat diperlakukan sama, dimana saja dan kapan saja dan juga
tiidak dipengaruhi oleh factor-faktor dari luar. Dalam ilmu empiris khususnya
ilmu alam pada prinsipnya juga demikin tetapi tidak seformal ilmu matematika.
Penalaran moral menunjukan sifat yang berkaitan dengan dua hal, Pertama,
di satu pihak kasuistik mengandaikan secara implisit bahwa relativisme moral
tidak bisa dipertahankan seandainya setiap kasus mempunyai kebenaran etik
sendiri maka kasuistik tidak diperlukan. Selanjutnya, adanya keyakinan
kasuistik muncul karena ada keyakinan bahwa prinsip-prinsip etis bersifat umum
dan tidak relative saja pada suatu keadaan konkret . Di lain pihak
perinsip-prinsip etis juga tidak bersifat mutlak begitu saja. Sehingga tidak
bisa diterapkan tanpa memperhatikan situasi yang konkret. Dengan kata lain
sifat-sifat dari suatu masalah etis bisa saja berubah sesuai dengan situasi
kusus yang menandai kasusnya. Karena suatu kasus yang sama bisa saja terjadi
dalam situasi yang berbeda yang tetntunya juga menimbulkan titik penilaian yang
berbeda dalam kasus tersebut, ketidak samaan ini juga harus menjadi perhitungan
dalam menentukan penilaian etis terhadap sebuah kasu yang konkret.[9]
F.
Metode
Etika Terapan
Metode dalam etika terapan merupakan pendekatan ilmiah yang selalu
tidak seragam, atau seolah-olah dalam etika terapan tidak selalu memakai metode
yang sama karena dalam ilmu praktis seperti dalam etika terapan tidak ada
metode sipa pakai yang bisa langsung dimanfaatkan oleh siapa saja yang
berkecimpunh di bidang ini. Pendekatan metode etika terapan sejalan dengan
motode pendekatan etika pada umumnya, jadi metode etika terapan dalam hal ini
sejalan dengan proses terbentuknya pertimbangan moral pada umumnya, ada empat
unsur yang mewarnai setiap pemikiran etis.[10]
1.
Sikap
awal
Dalam membentuk suatu pandangan etika sesorang memulai dari garis
awal dengan mulai mengambil sikap atas masalah-masalah yang berkaitan dengan
etis. Sikap awal ini bisa saja pro, kontra atau bahkan netral. sikap awal ini
bisa terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa hal seperti, Agama, kebudayaan,
pendidikan, pengalaman, media massa watak seseorang yang cendrung
dipertahankan, sikap awal ini akan menjadi problematis jika bertemu dengan
pandangan yang berbeda terhadap permasalahan yang sama.[11]
Misalnya dalam suatu masyarakat agak tertutup, Terdapat kebiasaan bahwa orang
tua memiliki kelelusaan memilihkan calon pendamping bagi anak mudanya yang
berlangsung tanpa kesulitan dan pemuda tersebut menerima saja tradisi tersebut.
Keadaan ini akan menjadi problematis jika pandangan awal ini bersinggungan
dengan pendapat lain bahwa setiap anak muda berhak menentukan teman hidupnya
yang biasanya terjadi ketika suatu masyarakat tradisional sudah mulai terbuka
dan bergaul dengan masyarakat lain yang dimana kejadian seperti itu sudah
dipandang lumrah.
2.
Informasi
Selanjutnya informasi dibutuhkan setelah sikap awal manusia terhada
suatu pandangan mulai tergugah. Melalui informasi kita dapat mengetahui keadaan
subjektif dari sikap awal yang biasanya masih terdapat pro, konta bahkan
netral, biasanya juga masih dipengaruhi oleh emosional atau sekurang-kurangnya
masih dikuasai oleh factor subyektif.
Contoh permasalahan ini dapat kita lihat pada saat penggunaan
tenaga nuklir untuk pembangkit tenaga listrik, dimana penggunaan energy ini
dari sudut ekonomi sangat efisien karena tergolong lebih murah dari pada
pembangkit listrik tenaga lain dan Sebuah reaktor nuklir pembangkit tenaga
listrik dapat dipergunaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam waktu 20-30
tahun setelah habis masa pakai maka reaktor tesebut tidak dapat dipindahkan
atau dibongkar. Jadi, Reaktor tersebut dibiarkan berada di tempat berdirinya
dalam waktu lama, bahkan berabad-abad dan diam-diam reaktor tersebut terus
melepaskan unsur-unsur radioaktif ke tanah udara dan air yang sangat berdampak
terhadap lingkungan hidup. Selanjutnya Reaktor Nuklir dapat juga mengalami
kebocoran jika dipengaruhi oleh factor alam seperti Gempa bumi dan Tsunami yang
melanda Fukushima, Jepang Pada tahun 2012 lalu.
Melihat dari masalah-masalah diatas, maka informasi sangat
dibutuhkan dalam etika terapan untuk memecahkan suatu persoalan. Informasi
dalam suatu permasalahan dapat diperoleh dari seorang ahli yang tentunya
berwawasan luas. Dalam memecahkan suatu permasalahan sangat penting untuk
menggunakan pendekatan multidisipliner karena seorang ahli masih terbatas pada
spesialisasi yang sempit.
3.
Norma-norma
Moral
Selanjutnya adalah norma-norma moral yang relevan dengan topik yang
bersangkutan. Norma tersebut adalah suatu norma yang sudah diterima dalam
masyarakat (Tidak diciptakan untuk kesempatan itu) tetapi juga harus diakui
relevan dengan topic atau bidang yang bersangkutan. Penerapan norma-norma moral
merupakan salah satu unsur penting dalam dalam metode etika terapan. Dalam
metode etika terapan ini tidak boleh diberikan kesan seolah-olah suatu norma
sudah siap sedia dan tinggal penerapannya saja akan tetapi dalam metode ini
suatu norma harus tampak dulu atau harus membuktikan diri sebagai norma,
artinya norma itu harus diterima oleh sumua orang berlaku untuk suatu kasus
atau bidang tertentu. Penilaian moral seperti ini sering diawali oleh oleh
suatu kolompok kecil (dalam sosiologi disebut pressure group) biasa berbentuk
suatu partai, LSM, dan lain-lain yang bertujuan memperjuangkan suatu pandangan
etis tertentu yang terkadang membutuhkan waktu yang panjang, sebelum pandangan
etis mereka diterima secara umum. Permasalahan yang berkaitan dengan pandangan
pandangan etis yang berkaitan dengan perbudakan yang telah melembaga dan
diterima dalam berbagai kebudayaan, namun dalam modern timbul kesadaran bahwa manusia
harus memiliki hak atas pangakuan kesetaraan. Pandangan seperti ini awalnya
diperjuangkan oleh kelompok kecil seperti William Wilberforce (1759-1833) dan
kawan-kawanya yang memperjuangkan penghapusan budaya perbudakan dalam
koloni-koloni ingris, awalnya pandangan tentang persamaan derajat mengalami
banyak hambatan karena terdapat konsekuensi-konsekuensi dalam masyarakat pada
saat itu khususnya ekonomis maka oleh karena itu sering ditentang.
Lama-kelamaan kelompok kecil ini akan mendapatkan dukungan dari masyarakat luas
sehingga pandangan etika mereka diterima secara umum. [12]
4.
Logika
Uraian dalan etika terapan harus bersifat logis, Logika dapat
memperlihatkan bagaimana argumentasi tentang masalah moral dan kaitannya dengan
kesimpulan etis dan premis-premisnya dan apakah kesimpulan yang ditarik juga
dapat tahan uji. Dengan kata lain, dengan logika logika dapat menunjukan
kesalahan penalaran dan inkosistensi yang terjadi dalam argumentasi. Logika
juga memungkinkan kita untuk menilai definisi dan klasifikasi yang dipakai
dalam argumentasi. Disini dapat di tekankan pentingya definisi yang tepat
tentang konsep yang dibicarakan dalam etika terapan karena definisi yang
berdasarkan logika dapat dapat menjadi suatu titik tolak dalam suatu titik
tolak dalam diskusi.
Sikap awal, informasi, logika dan norma-norma etis merupakan empat
unsur penting dalam membentuk etika terapan. Maka hasil diskusi dari etika
terapan merupakan hasil interaksi dari ke-empat unsur tersebut, dengan demikian
dapat diangkat suatu pertimbangan dan keputusan moral ke suatu taraf yang
objektif dan rasional, susuai dengan tujuan etika terapan yaitu menghasilkan
suatu pandangan yang objektif dan diterima oleh semua yang berkepentingan[13].
G.
Kode
Etik Profesi
Kode etik profesi merupakan etika yang diusahakan untuk mengatur
tingka laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui
kesatuan-kesatuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh kolompok
itu. Profesi adalah suatu masyarakat etika (moral community) yang
memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. suatu kelompok profesi memiliki
memiliki kekuasaan tersendiri dan tanggung jawab khusus karena memiliki
keahlian dalam bidang tertuntu yang tertutup bagi pihak lain, maka segala
bentuk monopoli bisa saja terjadi, disini etika terapan menjamin setiap
kepentingan berjalan dengan baik sebagaimana kode etik sebagai produk etika
terapan dari hasil pemkiran etis dalam wilayah profesi. Kode teik tidak
mengantikan pemikiran etis tetapi selalu didampingi oleh refleksi etis tersebut
dalam perkembangannya.[14]
Salah satu syarat etika terapan dapat berjalan dengan baik adalah
kode etik etika terapan harus dibuat oleh ahli dibidangnya. Kode etik profesi
harus merupakan hasil dari pengaturan diri (self regulation) dari
etika profesi. Dengan membuat kode etik profesi maka hitam putih dari niatnya
untuk mewujudkan nilai-nilai etika yang hakiki. Kode etik berisikan nilai-nilai
yang diterima oleh profesionalitas dapat mendarah daging dengannya dan menjadi
tumpuan harapan supaya dilaksanakan secara konsekuen. Selanjutnya kode etik
profesi dapat berjalan harus ada pengawasan karena kode etik mengandung
saksi-sanksi bagi yang melanggarnya. Maka untuk menjamin jalannya saksi atas
pelanggaran tersebut maka terdapat “dewan kehormatan” yang dibentuk khusus itu.
Ketentuan ini merupakan korelasi dari self regulation yang terwujud dalam kode
etik untuk mengontrol individu yang melanggar.[15]
Keharusan untuk setiap individu yang memiliki profesi yang sama harus meletakan
etika diatas hubungan antara rekan-rekan se-profesi
Dalam dunia kodekteran, sering kali hubungan dengan dokter dan
perusahaan farmasi memiliki keterkaitan yang erat, terkadang suatu perusahaan
membutuhkan dokter-dokter untuk mempromosikan penduduknya atau memasukan
kedalam menu obat-obatan dalam yang ditulis dalam resep dokter. Dari hubungan
tersebut seorang dokter akan mendapatkan bonus-bonus atas jasanya. Apakah
hubungan ini bersifat etis hal tersebut perlu kita raguka. Seharusnya seorang
dokter melayani pasiennya sesui dengan kebutuhannya, tidak seharusnya seorang
dokter mencantunkan merek obatan tertentu atau memaksakan produk tertentu yang
menguntungkannya. Karena seorang pasien
tidak memiliki pengetahun yang mempuni tentang obat-obatan yang
diresepkan untuknya. Maka untuk menjamin berjalannya kegiatan dalam dunia
kegiatan maka dibentuklah kode etik kedokteran untuk memberikan perlindungan
dan rasa aman untuk dokter dan pelayanannya terhadap masyarakat.
H.
Etika
di Depan Ilmu dan Teknologi.
Perkembangan etis tidak terlepas dari peran penting ilmu dan
teknologi, dengan perkembangan ilmu alam kita memungkinkan kita menguasai dan
mengelola sumber daya alam secara optimal. Dari sekian banyak permasalahan etis
yang terdapat dalam kehdupan juga tidek terlepas dari perkembangan teknologi
yang sangat pesat. Perkembangan kedua bidang ini menyajikan banyak persoalan
dalam kehidupan manusia yang tidak terduga sebelumnya.
1.
Ambivalensi
kemajuan ilmiah
Ambivalensi dapat kita mengerti sebagai sesutu yang bercabang dua
yang saling bertentangan, disamping ada efek positifnya ada juga efek
negatifnya. Tidak bisa disangkal ilmu pengetahuan dan teknologi manusia
memperoleh banyak kemudahan.[16]
Francis Bacon (1561-1623 M) menekankan knowledge is power.
Kemudian Descartes (1596-1650 M) memandang bahwa perkembangan metode ilmu baru
yang sedang bertumbuh dan pada akhirnya sampai pada keyakinan bahwa ambivelensi
kemajuan umat manusia bisa menjadi maîtres et posseseurs de la nature “pengasa
dan pemilik alam”. Pada mulanya Descartes mengatakan, mula-mula perkembangan
ilmu dan teknologi itu dinilai sebagai kemajuan belaka. pertama bagi seseorang
hanya melihat kemungkinan-kemungkinan, baru terbuka luas jika dia melihat alam
secara keseluruhan.[17]
Aguste Comte (1798-1857 M) memandang bahwa zaman ilmiah disebut zaman
pisitif sebagai puncak dan titik akhir seluruh sejarah. Ambivalensi
seluruh proses teknologi ada segi negatifnya dan positifnya. Disamping kemajuan
yang laur biasa ada juga kesulitan baru yang ditimbulkan. Aspek-aspek negative
yang melekat pada ilmu dan teknologi begitu jelas dan menyakinkan, seperti pada
saat bom atom dijatuhkan dikota horosima pada tanggal 6 agustus 1945. tiga hari
kemudian, mulai timbul kesadaran terhadap dampak dari kemampuan manusia menguasai
fisika nuklir.[18]
2.
Masalah
Bebas Nilai
Ilmu dan moral merupakan dua kawasan yang tida asing satu sama
lain, walaupun begitu tetap ada titik temunya, dimana pada saat-saat tertentu
ilmu dan teknologi bertemu dengan moral. Dengan itu kita sudah bisa menjawab
apa hubungan etika dan moral yang biasanya tergambar dalam bentuk, “Apakah ilmu
bebas nilai?, Maka umum kita jawab bahwa ilmu tidak asing terhadap nilai atau
ilmu tidak bebas nilai. Ilmu pengetahuan memang memiliki otonomi sendiri yang
tidak boleh dicampuri oleh hal lain selain ilmu tersebut seperti agama,
nilai-nilai moral dan lain lain. Seperti pada contoh kasus Galielo Galilei pada
abad ke-17, tahun 1633 M gereja Katolik Memaksa ilmuan Italia itu menarik
teorinya bahwa bumi mengelilingi matahari dan tidak sebaliknya karena hal
tersebut dinilai bertentangan dengan kitab suci Agama Kristen. Dalam hal ini
bisa dilihat Campur tangan agama dalam ilmu tidak hanya erugikan ilmu itu
sendiri bahkan dapat merugikan agama itu sendiri, karena kredibilitasnya bisa
berkurang.[19]
Ilmu memiliki otonominya sendiri dalam mengembangkan metode dan
prosedurnya yang kini dapat diterima dengan keberatan apapun. Tidak ada
instansi apapun yang dapat meyensor suatu penelitian yang bersifat ilmiah untuk
mencari kebenaran, akan tetapi ilmu terutama teknologi sebagai penerapan
toritis tercantum juga dalam konteks yang lebih luasyang karena alasan itulah
ia berjumpa dengan nilai-nilai etika. Ilmu dan Teknologi diawali dengan
pertanyaan “Bagaimana” (bagaimana struktur materi, bagaimana cara membuat bahan
bakar yang efisisn dan lain-lain). Teori ilmiah dan penerapannya dalam teknik
memberi jawaban atas pertannyaan itu. Selain itu ada pertannyaan penting yang
harus yang juga harus diperhatikan oleh ilmu dan teknologi yaitu “untuk apa” yang
secara kronologis tidk bisa dipisahkan dari pertanyaan pertama. Ketika sorang
ilmua amerika ikut serta dalam Manhattan Project, proyek pengembangan bom atom
pertama pada tahun 1940,an, ia menanyakan implikasi lebih lanjut dari proyek
tersebut, ia menjawab, after all, it’s superb phisics “Bagaimanapu juga,
ini adalah fisika yang luar biasa. Maksudnya dia membatasi hanya dari konteks
ilmiah saja atau tidak bisa meninggalkan lingkup pertanyaan “Bagaimana”.
walaupu demikian apa yang dia kerjakan tidak terlepas dari apa yang terjadi di
Hirosima dan Nagasaki beberapa saat kemudian. Selama para ilmuan hanya
membatasi pada pertanyaan”Bagaimana” mungkin ia hanya memcari kebenaran murni,
tapi secara konkret pertanyaan ini harus di imbangi dengan pertanyaan “untuk apa”
Karena perkembangan ilmu dan teknologi tentu mempuyai tujuan dan harapan dan
juga terkadang tidak lepas dari kepentingan ekonomi dan politik/militer[20]
3.
Teknologi
yang tak terkendali.
Pada saat ini perkembangan ilmu dan teknologi merupakan proses yang
seakan-akan berlangsung secara otomatis, tidak tergantung pada keinginan
manusia. Keadaan ini cukup mengherankan karena pada dasarnya teknologi dibuat
untuk membantu manusia, bersifat instrumental, menyediakan alat-alat bagi
manusia, sebagai perpanjangan fungsi tubuh manusia, seperti mobil, motor
(kaki), tangan (mesin pemotong rumput, dan alat,alat berat), mata (media massa)
telinga (radio, telepon)sanpai dengan otak (komputer). Semua itu memudahkan
manusia untuk menguasai dunia. Martin Heidegger (1899-1976) menyatakan bahwa,
teknik yang diciptakan manusia untuk menguasai dunia, sekarang ini ulai
mengasai manusia itu sendiri. Gambaran tentang situasi ilmu dan teknologi
seperti ini bagi beberapa orang mungkin dianggap terlalu pesimistis.[21] Tetapi
bagi sebagian lagi sekurang-kurangnya terdapat kebenaran didalamnya. seperti
pada saat Thomas Grissom memilih untuk berhenti untuk bekerja pada proyek
pengembangan senjata nuklir, karena ia menyadari hasil pekerjaannya dapat
membahayakan banyak orang.Walaupun ia berhenti dia tau pasti posisinya akan
digantikan oleh orang lain dan proyek tersebut pasti akan berjalan terus.
Banyak orang berpendapat bahwa perkembangan ilmu dan ternologi terkadang kebal
terhadap nilai etis dan memang benar, untuk memperhatikan segi-segi etis bukan
tugas ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri melainkan tugas manusia
dibaliknya. Jika kemampuan manusia bertambah besar dalam ilmu dan teknologi maka
sudah seharusnya juga harus diimbangi dengan juga dengan kebikaksanaan dalam
menjalankan kemampuan itu. Pertanyaannya apakah yang dikerjakan ilmu
pengetahuan itu harus dikerjakan juga?, Pertanyaan ini harus dijawab oleh
manusia yang berperan dalam ilmu dan teknologi itu sendiri. Tidak semua bisa
dilakukan dengan teknologi modern, itu artinya manusia harus membatasi diri
dalam pemamfaatannya, yaitu batas baik dan buruk atau mana yang boleh dan tidak
boleh dilakukan. Maka penggunaan teknologi harus berdasarkan kesadaran etis
manusia. Akan tetapi secara konkret siapa yang akan mengambil keputusan itu, Maka
keputusan itu seharusnya diserahkan kepada teknisi batas-batas moral itu, atau
negara atau masyarakat internasional.[22]
4.
Tanda-tanda
yang menimbulkan Harapan
Perhatian tentang etika dalam masyarakat bukan sedikit, tetapi
perhatian itu biasanya akan terlabat datang, etika sebagai ilmu biasanya akan
diikutsrtakan setelah permasalah-persoalan etis muncul. Hal itu terjadi karena
perkambangan ilmu dan teknologi selalu memdahului pemikiran etis yang
seharusnya dalah pemikiran etis mendahului ilmu dan teknologi tersebut. tetapi
cita-cita tersebut kelihatannya masih mustahil bisa diwujudkan. Walaupun
demikian harapan yang menyenangkan hati sudah mulai muncul, yaitu dengam mulai
terbentuknya komisi-komisi etika yang mengawasi dan mendampingi proyek-proyek
penelitian biomedis dan juga pengawasan terhadap rumah sakit atau proyek
tersebut dari sudut etis. Agar rumah sakit tersebut dapat memberikan pelayanan
secara manusiawi.[23]
I.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa etika
terapan sebagai ilmu memiliki pendekatan dan metode untuk yang sangat berguna
untuk menghasilkan suatu pandangan yang objektif sebagai suatu pengetahuan yang
dapat diterima dalam masyarakat dan terlepas dari subyektivitas. Sebagai ilmu
terapan etika terapan juga berusaha menyentuh berbagai permasalahan etis yang
terjadi dalam kelompok-kelompok khusus dalam masyarakat untuk mempertahankan
keberadaan nilai etika ditengah perkembangan kolompok moral tersebut guna
menjamin kesesuaian prilaku mereka dalam interaksinya denga masyarakat lain.
Hal ini dianggap penting karena suatu kolompok khusus “profesi” membunyai
keahlian yang mungkin tertutup bagi individu lain maka dalam penerapannya
mereka harus dituntun oleh peraturan yang benar untuk menimalisir kemungkinan
penyimpangan yang dapat diperbuatnya sebagai sorang yang memiliki pengetahuan
yang lebih dari masyarakat lain.
Pentingnya etika terapan tidak terlepas dari kemajuan ilmu dan
teknologi dalam masyarakat modern, kemajuan ini bagaikan pisau bermata dua
dalam kehidupan kehidupan masyarakat. disatu sisi ilmu pengetahuan dan
teknologi mempermudah manusia dalam mengelola alam ini, sedangkan disisi lain
mereka tidak mampu bersikap bijaksana terhadap perkembangan tersebut sehingga
menimbulkan dampak yang merugikan bagi kehidupan mereka sendiri. Dari berbagai
permasalahan yang bersifat konkret dan factual dalam kehidupan manusia pada
zaman modern ini etka terapan selalu berusaha mencari penyelesaian dari
berbagai kasus tersebut walaupun terkadang etika terapan sebagai ilmu pengetahuan
diterapkan setelah permasalahan itu dirasakan oleh manusia akibat dari ilmu dan
teknologi yang mereka kembangkan.
Dartar Pustaka
http://kumpulan-materi.blogspot.co.id/2014/09/etika-terapan.html pada tanggal
29 Sebtember 2016
K.
Bertens, Etika, Cet. Kelima. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000)
M.
Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2006)
[6]Dikutip
pada laman http://kumpulan-materi.blogspot.co.id/2014/09/etika-terapan.html pada tanggal
29 Sebtember 2016
[18] ibid.
hlm 688-689
Menurut saya pribadi masih belum tergambar, terlalu teoritis
BalasHapusMungkin bisa dikembangkan lagi supaya mudah dipahami